Mobirise Website Builder

Dari Kemiskinan ke Kesuksesan: Transformasi Eceng Gondok oleh Wanita Ini

Rei - 23 Jul 2024

Eceng gondok sering dianggap sebagai tanaman pengganggu yang mengancam ekosistem perairan. Namun, bagi Wiwit Manfaati, eceng gondok telah diubah menjadi berbagai kerajinan bernilai tinggi, seperti tas dan hampers.


Wiwit menceritakan bagaimana tanaman hijau ini berhasil memberikan kehidupan bagi dirinya dan keluarganya. Sebelum memulai bisnis, keluarganya hidup dalam kemiskinan dan dia hanya seorang ibu rumah tangga.


"Saya itu memulai usaha tahun 2008, berangkat dari pelatihan di kelurahan kami. Jadi di Kelurahan Kebraon ada pelatihan untuk warga, ada 30 orang, saya satu di antaranya itu. Selama 10 hari bikin kerajinan eceng gondok," ujar Wiwit dikutip detikcom.


Dia menyebutkan bahwa bisnis kerajinannya tidak langsung berjalan lancar. Seringkali, ia merasa hasil karyanya belum memuaskan, tetapi terus melakukan perbaikan.


Walau sudah ikut beberapa pameran di pusat perbelanjaan, produk buatannya masih kurang laku. Kritikan pedas pernah dilontarkan oleh Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya saat itu.


"Tahun 2010 itu saya kan sering dikasih pameran gratis di mal sama Dinas di sini, tapi nggak laku. Mungkin karena kurang menarik ya, makanya nggak banyak yang beli. Dari situ saya perbaiki produk saya. Sampai ketemu lah sama Bu Risma, terus dikasih tantangan. 'Lah masa kok kayak gini'. Dia kan bilang 'kok jelek sih'. Saya tertantang, saya perbaiki, saya pakai handle kulit, pakai yang berkelas gitu lah, akhirnya mulai bisa diterima pasar," sambung Wiwit.


Ia juga mengungkapkan bahwa Risma sempat membantunya dengan rebranding dan menyediakan desainer gratis untuk usahanya. Sejak 2012, nama Witrove digunakan, desain terus diperbaiki hingga produknya diterima di pasar, dengan fokus pada pasar kelas menengah atas.


"Awalnya tidak mudah begitu saja. Jungkir baliknya juga banyak. Awalnya saya berangkat dari keluarga miskin, modal pelatihan itu saja. Akhirnya juga bisa usaha ini, bisa menghidupi kami sekeluarga, dan kami bisa branding nama, toko, dan tawaran makin banyak," terang dia.


Wiwit, yang tinggal di Surabaya, memulai bisnis eceng gondok dengan modal awal Rp 20 ribu untuk pembuatan kerajinan tas. Modal tersebut digunakan untuk membeli eceng gondok dan perlengkapan dasar produksi tas.


"Rp 20.000 doang. Kan waktu itu eceng gondok masih Rp 1.500, nah Rp 20 ribu itu saya pakai beli eceng gondok 1 kilo. Terus kemudian saya pakai untuk beli handle tas, kain dalemannya. Terus abis itu, begitu dapat uang saya belanjakan lagi, ya diputar di situ uangnya," imbuhnya.


"Dan itu berhasil menghidupi keluarga sampai sekarang. Penghasilan saya di situ semua. Suami saya pernah ketipu bisnis sama temannya, kita terjerat utang banyak, sekarang kita hidup dari eceng gondok. Ya walaupun awalnya susah payah, apalagi anak tiga, sekolah semua," katanya lagi.


Dia mengaku bisa meraih omzet hingga puluhan juta rupiah per bulan dari eceng gondok, bahkan pernah mendapatkan Rp 1,5 miliar pada 2018 untuk proyek delapan bulan dari Risma dengan 7.000 produk. Namun, penjualannya saat ini tidak sebagus sebelum pandemi Covid-19.


Wiwit menjelaskan proses pengolahan eceng gondok menjadi produk kerajinan. Eceng gondok diambil dari waduk dekat rumah, dijemur selama satu minggu, dan diasapi selama satu hari satu malam.


"Kemudian kita asap pakai belerang sama arang. Kita ambil asapnya doang, itu sehari semalam. Abis itu kita jemur lagi supaya nggak lembab. Abis dijemur baru dibawa pulang untuk dianyam," sebutnya.


Banyaknya eceng gondok yang diolah tergantung pada pesanan. Wiwit memanfaatkan tenaga kerja lokal melalui sistem pemberdayaan. Produk yang dihasilkan mencakup tas, tempat tisu, meja, kursi, sandal, hingga pembatas ruangan.


"Kisaran harga dari Rp 25 ribu sampai Rp 2 juta. Yang paling mahal itu pembatas ruangan, karena besar. Yang paling murah itu kayak piring yang gitu-gitu lah," sebut dia.


Saat ini, produk Wiwit dengan brand Witrove tersedia di gerai Gramedia, MR. DIY, hingga Sarinah. Produk Witrove juga dijual online di media sosial dan e-commerce, dan berhasil menembus pasar internasional, termasuk Guangzhou, Seoul, Belanda, Inggris, dan Dubai.

Terkait

Baca berita terbaru tentang Category

© Copyright 2024 Opini Batam - All Rights Reserved